Bimastyaji Surya Ramadan's

Portfolio

DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI) BENGAWAN SOLO DI KOTA SOLO

Leave a Comment
Assalamualaikum Wr Wb

hay hay... gimana ni kabar sahabat??
pasti mengerikan luar biasa kan?? hehe
so do I lah,, di postingan ni q bakal kasih liat, kasih artikel tentang tugas yang kemarin dikasiin kakak tingkat ke aq n kawan2 di TL buat ngisi liburan hari raya... pokoknya studi kasus tentang lingkungan gitu dah,, oce..
disimak aja deh langsung..
monggo....


Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber daya Air). Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung - punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 1995).  Daerah aliran sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau/laut (Manan, 1979).

Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk atau pola dimana bentuk ini akan menentukan pola hidrologi yang ada. Corak atau pola DAS dipengaruhi oleh faktor geomorfologi, topografi dan bentuk wilayah DAS. Sosrodarsono dan Takeda (1977) mengklasifikasikan bentuk DAS sebagai berikut :

DAS bulu burung. Anak sungainya langsung mengalir ke sungai utama. DAS atau Sub-DAS ini mempunyai debit banjir yang relatif kecil karena waktu tiba yang berbeda.
DAS Radial. Anak sungainya memusat di satu titik secara radial sehingga menyerupai bentuk kipas atau lingkaran. DAS atau sub-DAS radial memiliki banjir yang relatif besar tetapi relatif tidak lama.
Das Paralel. DAS ini mempunyai dua jalur sub-DAS yang bersatu.

Tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan oleh menurunnya penutupan vegetasi permanen dan meluasnya lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan DAS dalam menyimpan air yang berdampak pada meningkatnya frekuensi banjir, erosi dan penyebaran tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Tingkat kekritisan DAS sangat berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat petani di daerah tengah hingga hulu DAS terutama jika kawasan hutan dalam DAS tidak luas seperti DAS-DAS di pulau Jawa dan Bali.Tingkat kesadaran dan kemampuan ekonomi masyarakat petani yang rendah akan mendahulukan kebutuhan primer dan sekunder (sandang, pangan, dan papan) bukan kepedulian terhadap lingkungan sehingga sering terjadi perambahan hutan di daerah hulu DAS, penebangan liar dan praktik-praktik pertanian lahan kering di perbukitan yang akan meningkatkan kekritisan DAS.

Kondisi DAS Bengawan Solo
Sungai Bengawan Solo, yang terletak di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan luas wilayah sungai kurang lebih 12% dari seluruh wilayah Pulau Jawa merupakan sungai terbesar di Pulau Jawa. Sebagai sumber air yang sangat potensial bagi usaha-usaha pengelolaan dan pengembangan sumber daya air (SDA), sungai bengawan Solo digunakan untuk kebutuhan domestik, air baku, air minum dan industri, irigasi dan lain-lain
DAS Solo dengan sungai utamanya Bengawan Solo, memiliki permasalahan yang begitu kompleks. Selain data tersebut diatas, masih banyak permasalahan lain yang berpangkal pada tekanan penduduk yang sangat berat sehingga fungsi dan manfaat DAS menurun. Banjir dan tanah longsor disebabkan oleh faktor-faktor alam dan kegiatan manusia yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam yang menyebabkan menurunnya fungsi hidrologis ekosistem DAS. Faktor alam terutama disebabkan karena curah hujan yang sangat tinggi dan kondisi tangkapan air DAS. Sedangkan faktor manusia disebabkan karena perubahan penggunaan lahan, sarana prasarana drainase yang belum baik serta kelembagaan pemerintah dan masyarakat yang belum mantap. Di sisi lain tanah longsor sangat terkait dengan curah hujan dan kerentanan gerakan tanah (faktor geologi) yang dipicu oleh pola penggunaan lahan yang salah dan pola usaha tani yang tidak sesuai dengan prinsip–prinsip konservasi tanah dan air.

Pertambahan penduduk yang terus meningkat, tuntutan penyediaan pangan yang memadai, dan perubahan tata guna lahan akibat alih fungsi lahan yang sering tidak terkendali, serta pengaruh curah hujan yang cukup tinggi diduga merupakan faktor yang lebih berperan saat ini sebagai penyebab terjadinya bencana banjir/tanah longsor dan kekeringan di wilayah pengelolaan Daerah aliran Sungai Solo. Kehadiran bangunan-bangunan infrastruktur pengairan, diantaranya Waduk Gadjah Mungkur, yang diharapkan dapat mencegah kejadian banjir seperti halnya banjir yang terjadi pada tahun 1966 dinilai belum maksimal.

Permasalahan utama dalam pengelolaan DAS di WS Bengawan Solo diantaranya adalah banjir, kekeringan, erosi dan sedimentasi, intruksi air laut, kualitas air dan lain-lain yang disebabkan oleh:
1.Terus menurunnya kondisi hutan
2.Kerusakan DAS yang diakibatkan penebangan liar dan konversi lahan yang menimbulkan kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS
3.Lemahnya penegakan hukum terhadap pembalakan liar (illegal logging)
4.Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan
Dalam buku karya Roy Ward yang berjudul Floods, a geographycal perspective ada tiga bentuk tanggapan manusia terhadap bahaya banjir yaitu adjustment (penyesuaian), protection (perlindungan) dan abatement (pengurangan potensi).

Adjustment lebih mengarah pada penataan manusia, karena banjir tidak akan menjadi problem jika tidak ada manusia yang terkena dampak. Protection merupakan bentuk perlindungan manusia terhadap banjir dalam bentuk modifikasi saluran drainase/sungai. Protection lebih mengarah pada perlakuan di lingkungan terjadinya banjir untuk meminimalisasi luapan ke daerah terlindung. Setiap infrastruktur memiliki keterbatasan protection level, sehingga perlu inovasi secara kontinyu, untuk mengantisipasi periode ulang banjir yang lebih tinggi.

Abatement merupakan upaya perlindungan banjir yang lebih komplek karena membentuk perlakuan terhadap DAS secara nonfisik. Permasalahan banjir menyangkut pada permasalahan cacthment area/DAS maka perlu adanya perlakuan secara menyeluruh tanpa mengindahkan batas-batas administrasi. Upaya penghijauan, penataan daerah hijau dan daerah terbangun merupakan upaya pencegahan degradasi lingkungan yang berdampak pula pada terjadinya banjir di daerah dataranbanjir.

Tekanan terhadap lahan oleh manusia dalam upaya peningkatan kesejahteraan telah menyebabkan meningkatnya jumlah elemen masyarakat yang menerima gangguan akibat fenomena bencana tersebut. Kompleksitas usaha, pengurangan (mitigasi) dampak akibat banjir semakin meningkat manakala pihak-pihak terkait kurang atau tidak memahami bagaimana fenomena banjir tersebut terjadi, bagaimana mengantisipasi kejadian bencana banjir tersebut secara terpadu, bagaimana pendekatan penanganan yang sesuai pada era seperti sekarang ini, dsb.

Sejauh ini pengelolaan DAS belum memiliki kekuatan hukum yang mampu memayungi, sehingga setiap instansi dan sektor hanya bekerja menurut kepentingannya masing-masing. Maka dari itu di tingkat pengambil kebijakan diperlukan penguatan kelembagaan antara instansi terkait, sedangkan di tigkat masyarakat perlu didorong partisipasi dan pengetahuan pengelolaan lahan secara lestari. Dengan demikian akan terjadi kesepahaman, sinergitas, dan kebersamaan dalam pengelolaan DAS Solo. Salah satu usaha untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu dengan memberdayakan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) pemilik lahan terutama kelompok swadaya masyarakat yang telah mengakar dan tumbuh di wilayah hulu DAS Solo, sehingga terbentuk otonomi dari kelompok swadaya masyarakat tersebut yang mampu menjadikan pegangan untuk mengatur pengelolaan lingkungan di wilayah hulu.

Tingkat koordinasi antar pihak yang terkait dalam pengelolaan DAS, kebijakan pemerintah yang konsisten dan pengawasan diperlukan keseriusan dalam pelaksanaanya dilapangan. Banyak sumber mengatakan “koordinasi” yang seharusnya menjadi titik sentral justru tampak kelemahan dalam pengelolaan DAS yang berakibat pada perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan DAS secara terpadu yang tidak pernah berjalan, karena masih kentalnya “ego sektoral” yang menyebabkan persepsi, visi, dan misi tentang pengelolaan DAS yang tidak sama.

diolah dari berbagai sumber

gimana ni sob??
menarik kan studi tentang lingkungan???
yaph, gag kecewa deh masuk TL..

oke sob, ketemu lagi, tetap di blog ini ya...^^
tetep semangaddd!!


wassalamualaikum wr. wb.
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 komentar:

Post a Comment