Bimastyaji Surya Ramadan's

Portfolio
Assalamualaikum...
n ini lagi2 tentang tugas agama... hehee


PENGERTIAN QIYAS
Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.
Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al Qur’an dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain, Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum.
Dengan demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula.
Umpamanya hukum meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah Swt:
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Qs.5:90)
Haramnya meminum khamr berdasar illat hukumnya adalah memabukan. Maka setiap minuman yang terdapat di dalamnya illat sama dengan khamar dalam hukumnya maka minuman tersebut adalah haram.
Berhubung qiyas merupakan aktivitas akal, maka beberapa ulama berselisih faham dengan ulama jumhur. Pandangan ulama mengenai qiyas ini terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal yang tidak jelas nashnya baik dalam Al Qur’an, hadits, pendapat shahabt maupun ijma ulama.
2. Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan qiyas. Mazhab Zhahiri tidak mengakui adalanya illat nash dan tidak berusaha mengetahui sasaran dan tujuan nash termasuk menyingkap alasan-alasannya guna menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka menetapkan hukum hanya dari teks nash semata.
3. Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha berbagai hal karena persamaan illat. Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan qiyas sebagai pentakhsih dari keumuman dalil Al Qur’an dan hadits.

KEHUJJAHAN QIYAS
Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’i.
Diantara ayat Al Qur’an yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah:
“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan. (Qs.59:2)
Dari ayat di atas bahwasanya Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk ‘mengambil pelajaran’, kata I’tibar di sini berarti melewati, melampaui, memindahkan sesuatu kepada yang lainnya. Demikian pula arti qiyas yaitu melampaui suatu hukum dari pokok kepada cabang maka menjadi (hukum) yang diperintahkan. Hal yang diperintahkan ini mesti diamalkan. Karena dua kata tadi ‘i’tibar dan qiyas’ memiliki pengertian melewati dan melampaui.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Qs.4:59)
Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan ‘kembali kepada Allah dan Rasul’ (dalam masalah khilafiyah), tiada lain adalah perintah supaya menyelidiki tanda-tanda kecenderungan, apa yang sesungguhnya yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Hal ini dapat diperoleh dengan mencari illat hukum, yang dinamakan qiyas.[21]
Sementara diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasar pada hadits Muadz ibn Jabal, yakni ketetapan hukum yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw, diantaranya ijtihad yang mencakup di dalamnya qiyas, karena qiyas merupakan salah satu macam ijtihad.
Sedangkan dalil yang ketiga mengenai qiyas adalah ijma’. Bahwasanya para shahabat Nabi Saw sering kali mengungkapkan kata ‘qiyas’. Qiyas ini diamalkan tanpa seorang shahabat pun yang mengingkarinya. Di samping itu, perbuatan mereka secara ijma’ menunjukkan bahwa qiyas merupakan hujjah dan waji b diamalkan.
Umpamanya, bahwa Abu Bakar ra suatu kali ditanya tentang ‘kalâlah’ kemudian ia berkata: “Saya katakan (pengertian) ‘kalâlah’ dengan pendapat saya, jika (pendapat saya) benar maka dari Allah, jika salah maka dari syetan. Yang dimaksud dengan ‘kalâlah’ adalah tidak memiliki seorang bapak maupun anak”. Pendapat ini disebut dengan qiyas. Karena arti kalâlah sebenarnya pinggiran di jalan, kemudian (dianalogikan) tidak memiliki bapak dan anak.
Dalil yang keempat adalah dalil rasional. Pertama, bahwasanya Allah Swt mensyariatkan hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia merupakan tujuan yang dimaksud dalam menciptakan hukum. Kedua, bahwa nash baik Al Qur’an maupun hadits jumlahnya terbatas dan final. Tetapi, permasalahan manusia lainnya tidak terbatas dan tidak pernah selesai. Mustahil jika nash-nash tadi saja yang menjadi sumber hukum syara’. Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara’ yang tetap berjalan dengan munculnya permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian qiyas menyingkap hukum syara’ dengan apa yang terjadi yang tentunya sesuai dengan syariat dan maslahah.


RUKUN QIYAS
Qiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat hal:
1. Asal (pokok), yaitu apa yang terdapat dalam hukum nashnya. Disebut dengan al-maqis alaihi.
2. Fara’ (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapat nash hukumnya, disebut pula al-maqîs.
3. Hukm al-asal, yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam dalam nash dalam hukum asalnya. Yang kemudian menjadi ketetapan hukum untuk fara’.
4. Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal atau dasar qiyas yang dibangun atasnya.
Assalamualaikum...
bima mau posting tugas agama nih, semoga bermanfaat,,,,


PENGERTIAN IJMA’
Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.
Ijma` menurut bahasa Arab berarti kesepakatan atau sependapat tentang sesuatu hal, seperti perkataan seseorang yang berarti “kaum itu telah sepakat (sependapat) tentang yang demikian itu."
Menurut istilah ijma, ialah kesepakatan mujtahid ummat Islam tentang hukum syara’ dari peristiwa yang terjadi setelah Rasulullah SAW meninggal dunia. Sebagai contoh ialah setelah Rasulullah SAW meninggal dunia diperlukan pengangkatan seorang pengganti beliau yang dinamakan khalifah. Maka kaum muslimin yang ada pada waktu itu sepakat untuk mengangkat seorang khalifah dan atas kesepakatan bersama pula diangkatlah Abu Bakar RA sebagai khalifah pertama. Sekalipun pada permulaannya ada yang kurang menyetujui pengangkatan Abu Bakar RA itu, namun kemudian semua kaum muslimin menyetujuinya. Kesepakatan yang seperti ini dapat dikatakan ijma'.

DASAR HUKUM IJMA`
Dasar hukum ijma' berupa aI-Qur'an, al-Hadits dan akal pikiran.
Al-Qur`an
Allah SWT berfirman: Yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu." (an-Nisâ': 59)
Perkataan amri yang terdapat pada ayat di atas berarti hal, keadaan atau urusan yang bersifat umum meliputi urusan dunia dan urusan agama. Ulil amri dalam urusan dunia ialah raja, kepala negara, pemimpin atau penguasa, sedang ulil amri dalam urusan agama ialah para mujtahid.
Dari ayat di atas dipahami bahwa jika para ulil amri itu telah sepakat tentang sesuatu ketentuan atau hukum dari suatu peristiwa, maka kesepakatan itu hendaklah dilaksanakan dan dipatuhi oleh kaum muslimin.
Dan firman AIlah SWT yang artinya: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai." (Ali Imran: 103)
Ayat ini memerintahkan kaum muslimin bersatu padu, jangan sekali-kali bercerai-berai. Termasuk dalam pengertian bersatu itu ialah berijma' (bersepakat) dan dilarang bercerai-berai, yaitu dengan menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh para mujtahid.
Dalam firman Allah SWT yang artinya: "Dan barangsiapa yang menantang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang beriman, Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukan ia ke dalam jahannam dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (an-Nisa: 115)
Pada ayat di atas terdapat perkataan sabîlil mu`minîna yang berarti jalan orang-orang yang beriman. Jalan yang disepakati orang-orang beriman dapat diartikan dengan ijma`, sehingga maksud ayat ialah: "barangsiapa yang tidak mengikuti ijma` para mujtahidin, mereka akan sesat dan dimasukkan ke dalam neraka."

AI-Hadits
Bila para mujtahid telah melakukan ijma` tentang hukum syara' dari suatu peristiwa atau kejadian, maka ijma` itu hendaklah diikuti, karena mereka tidak mungkin melakukan kesepakatan untuk melakukan kesalahan apalagi kemaksiatan dan dusta, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya: "umatku tidak akan bersepakat untuk melakukan kesalahan." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Akal pikiran
Setiap ijma` yang dilakukan atas hukum syara`, hendaklah dilakukan dan dibina atas asas-asas pokok ajaran Islam. Karena itu setiap mujtahid dalam berijtihad hendaklah mengetahui dasar-dasar pokok ajaran Islam, batas-batas yang telah ditetapkan dalam berijtihad serta hukum-hukum yang telah ditetapkan. Bila ia berijtihad dan dalam berijtihad itu ia menggunakan nash, maka ijtihadnya tidak boleh melampaui batas maksimum dari yang mungkin dipahami dari nash itu. Sebaliknya jika dalam berijtihad, ia tidak menemukan satu nashpun yang dapat dijadikan dasar ijtihadnya, maka dalam berijtihad ia tidak boleh melampaui kaidah-kaidah umum agama Islam, karena itu ia boleh menggunakan dalil-dalil yang bukan nash, seperti qiyas, istihsan dan sebagainya. Jika semua mujtahid telah melakukan seperti yang demikian itu, maka hasil ijtihad yang telah dilakukannya tidak akan jauh menyimpang atau menyalahi al-Qur'an dan al-Hadits, karena semuanya dilakukan berdasar petunjuk kedua dalil ltu. Jika seorang mujtahid boleh melakukan seperti ketentuan di atas, kemudian pendapatnya boleh diamalkan, tentulah hasil pendapat mujtahid yang banyak yang sama tentang hukum suatu peristiwa lebih utama diamalkan.

OBYEK IJMA`
Obyek Ijma ialah semua peristiwa atau kejadian yang tidak ada dasarnya dalarn al-Qur`an dan al-Hadits, peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan ibadat ghairu mahdhah (ibadat yanng tidak langsung ditujukan kepada Allah SWT) bidang mu`amalat, bidang kemasyarakatan atau semua hal-hal yang berhubungan dengan urusan duniawi tetapi tidak ada dasarnya dalam al-Qur`an dan al-Hadits.

RUKUN-RUKUN IJMA`
Dari definisi dan dasar hukum ijma' di atas, maka ulama ushul fiqh menetapkan rukun-rukun ijma' sebagai berikut:
1.    Harus ada beberapa orang mujtahid dikala terjadinya peristiwa dan para mujtahid itulah yang melakukan kesepakatan (menetapkan hukum peristiwa itu. Seandainya tidak ada beberapa orang mujtahid di waktu terjadinya suatu peristiwa tentulah tidak akan terjadi ijma`, karena ijma' itu harus dilakukan oleh beberapa orang.
2.    Yang melakukan kesepakatan itu hendaklah seluruh mujtahid yang ada dalam dunia Islam. Jika kesepakatan itu hanya dilakukan oleh para mujtahid yang ada pada suatu negara saja, maka kesepakatan yang demikian belum dapat dikatakan suatu ijma`.
3.    Kesepakatan itu harus dinyatakan secara tegas oleh setiap mujtahid bahwa ia sependapat dengan mujtahid-mujtahid yang lain tentang hukum (syara’) dari suatu peristiwa yang terjadi pada masa itu. Jangan sekali-kali tersirat dalam kesepakatan itu unsur-unsur paksaan, atau para mujtahid yang diharapkan kepada suatu keadaan, sehingga ia harus menerima suatu keputusan. Kesepakatan itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan pernyataan lisan, dengan perbuatan atau dengan suatu sikap yang menyatakan bahwa ia setuju atas suatu keputusan hukum yang telah disetujui oleh para mujtahid yang lain. Tentu saja keputusan yang terbaik ialah keputusan sebagai hasil suatu musyawarah yang dilakukan para mujtahid.
4.    Kesepakatan itu hendaklah merupakan kesepakatan yang bulat dari seluruh mujtahid. Seandainya terjadi suatu kesepakatan oleh sebahagian besar mujtahid yang ada, maka keputusan yang demikian belum pasti ke taraf ijma'. Ijma' yang demikian belum dapat dijadikan sebagai hujjah syari'ah.

KEMUNGKINAN TERJADINYA IJMA`
Jika diperhatikan sejarah kaum muslimin sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang, dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya ijma’, maka ijma' dapat dibagi atas tiga periode, yaitu:
1.    Periode Rasulullah SAW;
2.    Periode Khalifah Abu Bakar Shiddiq dan Khalifah Umar bin Khattab; dan
3.    Periode sesudahnya.
Pada masa Rasulullah SAW, beliau merupakan sumber hukum. Setiap ada peristiwa atau kejadian, kaum muslimin mencari hukumnya pada al-Qur`an yang telah diturunkan dan hadits yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW. Jika mereka tidak menemukannya dalam kedua sumber itu, mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah. Rasululah adakalanya langsung menjawabnya, adakalanya menunggu ayat al-Qur’an turunkan Allah SWT. Karena itu kaum muslimin masih satu, belum nampak perbedaan pendapat yang menetapkan hukum suatu peristiwa atau kejadian yang mereka alami.
Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, kaum muslimin kehilangan tempat bertanya, namun mereka telah mempunyai pegangan yang lengkap, yaitu al-Qu'an dan al-Hadits. Jika ada kejadian atau peristiwa yang memerlukan penetapan hukum, mereka berijtihad, tetapi belum ada bukti yang nyata bahwa mereka telah berijma’. Seandainya ada ijma' itu, kemungkinan terjadi pada masa khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar atau sedikit kemungkinan pada masa enam tahun pertama Khalifah Utsman. Hal ini adalah karena pada masa itu kaum muslimin masih satu, belum ada perbedaan pendapat yang tajam diantara kaum muslimin, disamping daerah Islam belum begitu luas, masih mungkin mengumpulkan para sahabat atau orang yang dipandang sebagai mujtahid.
Setelah enam tahun bahagian kedua kekhalifahan Utsman, mulailah nampak gejala-gejala perpecahan di kalangan kaum muslimin. Hal ini dimulai dengan tindakan Utsman mengangkat anggota keluarganya sebagai penjabat jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan (nepotisme). Setelah Khalifah Utsman terbunuh, perpecahan di kalangan kaum muslimin semakin terjadi, seperti peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah bin Abu Sofyan, peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Aisyah yang terkenal dengan perang Jamal, timbul golongan Khawarij, golongan Syi’ah golongan Mu’awiyah dan sebagainya. Demikianlah perselisihan dan perpecahan itu terjadi pula semasa dinasti Amawiyah, semasa dinasti Abbasiyah, semasa dinasti Fathimiyah dan sebagainya, sehingga dana dan tenaga umat Islam terkuras dan habis karenanya.
Disamping itu daerah Islam semakin luas, sejak dari Asia Tengah (Rusia Selatan sekarang) sampai kebagian tengah benua Afrika, sejak ujung Afrika Barat sampai Indonesia, Tiongkok Selatan, Semenanjung Balkan dan Asia Kecil. Karena itu amat sukar melakukan ijma' dalam keadaan dan luas daerah yang demikian.
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.    Ijma` tidak diperlukan pada masa Nabi Muhammad SAW;
2.    Ijma` mungkin terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar bin Khattab, dan enam tahun pertama Khalifah Utsman; dan c. Setelah masa enam tahun kedua pemerintahan Khalifah Utsman sampai saat ini tidak mungkin terjadi ijma’sesuai dengan rukun-rukun yang telah ditetapkan di atas, mengingat keadaan kaum muslim yang tidak bersatu serta luasnya daerah yang berpenduduk Islam.
Pada masa sekarang telah banyak berdiri negara-negara Islam yang berdaulat atau suatu negara yang bukan negara Islam tetapi penduduknya mayoritas beragama Islam atau minoritas penduduknya beragama Islam. Pada negara-negara tersebut sekalipun penduduknya minoritas beragama Islam, tetapi ada peraturan atau undang-undang yang khusus bagi umat Islam. Misalnya India, mayoritas penduduknya beragama Hindu, hanya sebagian kecil yang beragama Islam. Tetapi diberlakukan undang-undang perkawinan khusus bagi umat Islam. Undang-undang itu ditetapkan oleh pemerintah dan parlemen India setelah musyawarah dengan para mujtahid kaum muslimin yang ada di India. Jika persepakatan para mujtahid India itu dapat dikatakan sebagai ijma', maka ada kemungkinan terjadinya ijma’pada masa setelah Khalifah Utsman sampai sekarang sekalipun ijma’itu hanya dapat dikatakan sebagai ijma’lokal.
Jika demikian dapat ditetapkan definisi ijma`, yaitu keputusan hukum yang diambil oleh wakil-wakil umat Islam atau para mujtahid yang mewakili segala lapisan masyarakat umat Islam. Karena dapat dikatakan sebagai ulil amri sebagaimana yang tersebut pada ayat 59 surat an-Nisâ' atau sebagai ahlul halli wal `aqdi. Mereka diberi hak oleh agama Islam untuk membuat undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan rakyat mereka.
Hal yang demikian dibolehkan dalam agam Islam. Jika agama Islam membolehkan seorang yang memenuhi syarat-syarat mujtahid untuk berijtihad, tentu saja beberapa orang mujtahid dalam suatu negara boleh pula bersama-sama memecahkan permasalahan kaum muslimin kemudian menetapkan suatu hukum atau peraturan. Pendapat sebagai hasil usaha yang dilakukan orang banyak tentu lebih tinggi nilainya dari pendapat yang dilakukan oleh orang seorang.

MACAM-MACAM IJMA`
Diterangkan bahwa ijma’itu dapat ditinjau dari beberapa segi dan tiap-tiap segi terdiri atas beberapa macam.
Ditinjau dari segi cara terjadinya, maka ijma’terdiri atas:
1.    ljma`bayani, yaitu para mujtahid menyatakan pendapatnya dengan jelas dan tegas, baik berupa ucapan atau tulisan. Ijma’bayani disebut juga ijma’shahih, ijma’qauli atau ijma’haqiqi;
2.    Ijma`sukuti, yaitu para mujtahid seluruh atau sebahagian mereka tidak menyatakan pendapat dengan jelas dan tegas, tetapi mereka berdiam diri saja atau tidak memberikan reaksi terhadap suatu ketentuan hukum yang telah dikemukakan mujtahid lain yang hidup di masanya. Ijma’seperti ini disebut juga ijma` `itibari.

Ditinjau dari segi yakin atau tidaknya terjadi suatu ijma', dapat dibagi kepada:
1.    ljma`qath`i, yaitu hukum yang dihasilkan ijma’itu adalah qath'i diyakini benar terjadinya, tidak ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijma’yang dilakukan pada waktu yang lain;
2.    ljma`dhanni, yaitu hukum yang dihasilkan ijma’itu dhanni, masih ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijtihad orang lain atau dengan hasil ijma’yang dilakukan pada waktu yang lain.

Dalam kitab-kitab fiqh terdapat pula beberapa macam ijma’yang dihubungkan dengan masa terjadi, tempat terjadi atau orang yang melaksanakannya. Ijma`-ijma` itu ialah:
1.    Ijma`sahabat, yaitu ijma` yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW;
2.    Ijma`khulafaurrasyidin, yaitu ijma` yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib. Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan pada masa ke-empat orang itu hidup, yaitu pada masa Khalifah Abu Bakar. Setelah Abu Bakar meninggal dunia ijma` tersebut tidak dapat dilakukan lagi;
3.    Ijma`shaikhan, yaitu ijma`yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar bin Khattab;
4.    Ijma`ahli Madinah, yaitu ijma` yang dilakukan oleh ulama-ulama Madinah. Ijma` ahli Madinah merupakan salah satu sumber hukum Islam menurut Madzhab Maliki, tetapi Madzhab Syafi`i tidak mengakuinya sebagai salah satu sumber hukum Islam;
5.    Ijma` ulama Kufah, yaitu ijma` yang dilakukan oleh ulama-ulama Kufah. Madzhab Hanafi menjadikan ijma` ulama Kufah sebagai salah satu sumber hukum Islam.

KEHUJJAHAN IJMA’
Apabila rukun ijma’ yang empat hal di atas telah terpenuhi dengan menghitung seluruh permasalahan hukum pasca kematian Nabi Saw dari seluruh mujtahid kaum muslimin walau dengan perbedaan negeri, jenis dan kelompok mereka yang diketahui hukumnya. Perihal ini, nampak setiap mujtahid mengemukakan pendapat hukumnya dengan jelas baik dengan perkataan maupun perbuatan baik secara kolompok maupun individu.
Selanjutnya mereka mensepakati masalah hukum tersebut, kemudian hukum itu disepakati menjadi aturan syar’i yang wajib diikuti dan tidak mungkin menghindarinya. Lebih lanjut, para mujtahid tidak boleh menjadikan hukum masalah ini (yang sudah disepakati) garapan ijtihad, karena hukumnya sudah ditetapkan secara ijma’ dengan hukum syar’i yang qath’i dan tidak dapat dihapus (dinasakh). 
And this is it, what we're waiting for...
yeah, teknik lingkungan undip 2010 proudly present!!!!!!!!!!!!
ENVIRO DAY, EARTH: PAST NOW AND FUTURE
And read this banner....
we can get a lot of knowledge and information from this event, so don.t be forget to join on this event,, we will waiting for you for change this world, we must get this chance to make a better change!!
okayy!!!
let's join thisss...
Assalamualaikum Wr Wb
9 Desember 2010

My Best Pal, how do you do?? Maaf ya, gag terasa bima sudah meninggalkan sahabat-sahabat sekian lama. Untuk pertemuan kali ini, bima bakalan kasih sahabat informasi mengenai kegiatan yang telah bima lewati hari ini. Apa sih?? Ote_ nih q kasih tahu:

FIELD TRIP TEKNIK LINGKUNGAN UNDIP 2010

Hemmph, oke... I will start my story...

Kegiatan ini diikuti oleh seluruh mahasiswa teknik lingkungan undip 2010 dan beberapa mahasiswa ekstensi serta kak ilman, kak rahmat, pak winardi dan bu sri. Dimulai dengan ngumpul di GSG jam 7 pagi,, cekper, cek nomor bis dan lain sebagainya. After that, ada sambutan dan doa yang dipimpin oleh kak ilman. Setelah segala persiapan telah selesai, rombongan dibagi menjadi 2 kloter yaitu kloter bis A yang ke pHapros dan kloter bis B ke PDAM dan bertemu di satu titik tujuan bersama yaitu TPA JatiBarang.

Karena bima ikut rombongan Phapros, so aku gag bisa cerita banyak mengenai PDAM kelud pada part ini. InsyaAllah setelah semua data yang kubutuhkan mencukupi, aku akan posting lagi soal PDAM kelud. Oke brother! Now, we comeback to Phapros.

PT Phapros adalah sebuah perusahaan perseroan yang merupakan salah satu dari 10 perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari konsep manajemen perusahaannya yang baik. PT Phapros yang didirikan pada tanggal 21 Juni 1954 oleh Oei Tiong Ham Concern, seorang konglomerat yang terkenal di masanya, sekarang telah memiliki berbagai cabang di kota-kota besar di seluruh indonesia. PT Phapros merupakan anak perusahaan dari PT Rajawali Nasional Indonesia (PT RNI) yang telah mendapatkan berbagai macam sertifikat dalam dunia farmasi salah satunya adalah sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik. Perusahaan yang mendapatkan peringkat silver dalam Green Company ini menghasilkan berbagai macam obat yang terbuat dari beta laktam dan non beta laktam serta beberapa obat agromed yang mengusung prinsip fitoparmata.

Dalam kunjungan ini, kami mendapatkan sambutan yang luar biasa dari pihak manajemen Phapros. Begitu sampai di tempat, kami dipersilahkan untuk masuk ke gedung Avicenna yang kemudian digunakan untuk presentasi singkat mengenai perusahaan, safety induction untuk keselamatan dalam kunjungan dan sesi tanya jawab setelah berkeliling area perusahaan.

Setelah presenntasi perusahaan selesai, kami diantarkan untuk berkeliling area perusahaan dan melihat proses pembuatan obat non beta-laktam dan pengolahan limbak IPAL 1 dan IPAL 2 yang cukup menarik dan membuat penasaran. Kami tidak diperkenankan memasuki gedung tempat pembuatan obat beta laktam karena senyawa beta laktam dapat membahayakan seseorang yang alergi terhadapnya. Proses pengolahan limbah yang unik dan cukup asing ditelinga kami semakin memberikan semangat kepada kami untuk belajar lebih giat lagi (hahaha,, yak’e). Walaupun hanya bisa melihat dari luar proses kerja dari pembuatan dan pemrosesan obat serta pengolahan limbah farmasi, kami merasa puas dan semakin bersemangat untuk belajar (amin!) karena dunia kerja dalam hal ini industri, telah menarik minat kami khususnya dalam pengolahan limbahnya yang dikatakan masih belum maksimal karena berbagai faktor.


Jam 11.30 tepat acara berkeliling perusahaan selesai, kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan makan-makan. Kami tidak menyangka pihak phapros telah menyiapkan gudeg komplit yang ruarrr biasa (perbaikan gizi niyeee...). Sebuah jamuan yang mengesankan, hehe... sayaaaaanngg sekaliiii aku tidak bisa menghabiskan makanannya karena mual yang kemudian menggangguku hingga akhir perjalanan ini.. arggghhh.... curcol mode on!!


Selesai tanya jawab dan makan-makan, kunjungan di PT Phapros ditutup oleh ibu Emi (ibunye dias) dan pak win sebagai wakil dari Teknik Lingkugan. Then, we go to the mosque and pray together...


Pemberhentian selanjutnya adalahTPA Jati Barang. Di tengah perjalanan kami berhenti sejenak untuk menjemput teman kami di bis B yang sebelumnya berdesak-desakan karena pembagian kloter yang hanya 52 orang yang boleh ke phapros. Setelah mendaki gunung melewati lembah, kami akhirnya sampai juga di tempat idaman para pemulung, TPA Jati Barang! Pertama kali turun dari bis kami disibukkan untuk mennutup hidung karena baunya yang mirip bau kesturi (gedebus!) bagi para sapi, hahaha.... setelah berjalan cukup jauh, kira-kira 1 km, kami akhirnya sampai juga di jati barang. Sungguh sebal! Kami tidak bisa memasuki area TPA dan pengolahan air lindi karena jalanan yang cukup becek dan membuat kita tidak bisa melewatinya. Kami hanya bisa menunggu di area yang akan dibangun pabrik pupuk. Humph, bima kemudian bertemu pak aris yang merupakan penjaga TPA yang kemudian memberikan banyak informasinya kepada bima, dias dan nurani. And this is what can we learn from him:

TPA Jati Barang dibuka pada tahun kelahiranku, 1992, sekaligus ditetapkan sebagai TPA Kota Semarang. Jati barang merupakan lokasi yang strategis untuk dibangun TPA pada masa itu karena selain tempatnya yang masih sangat luas yaitu sekitar 44,5 hektare, juga karena jauh dari pemukiman sehingga tidak mengganggu pemukiman perkotaan dengan bau dan kekumuhannya. TPA ini menggunakan konsep semi sanitary landfill yang pada umumnya digunakan hampir di seluruh kota di indonesia. TPA ini dibagi menjadi 6 sektor, dan yang bima ketahui ada 2 sektor utama yaitu sektor aktif dan pasif. Sektor aktif merupakan sektor yang masih digunakan untuk meletakkan sampah dari kota, sedangkan sektor pasif merupakan sektor yang sudah tidak dapat lagi ditimbun sampah. Terdapat penimbangan muatan sampah di kantor TPA Jatibarang satu-satunya di Indonesia yang berfungsi untuk mengetahui kapasitas muatan sampah yang diangkut setiap harinya. Sekitar 700 ton sampah dari seluruh bagian kota semarang masuk ke TPA Jatibarang dan sekitar 40 ton sampah diantaranya berasal dari pasar Johar. Dengan mengetahui muatan yang masuk ke TPA Jatibarang diharapkan dapat diketahui usia TPA ini dalam menampung sampah dari kota Semarang.

Adaa yang cukup menarik minat bima dalam diskusi bersama pak aris, yang pertama adalah permasalahan sapi-sapi yang semakin memenuhi TPA Jatibarang. Pemandangan pertama yang bima lihat di TPA ini adalah banyaknya sapi yang mengais sampah untuk memenuhi kebutuhan perutnya. Prihatin. Tapi masyarakat disini justru mengembangbiakkannya dan melepasnya begitu saja untuk mencari makan ditengah bukit sampah. Konsep awal mula pemberdayaan sapi di TPA adalah dari TPA Putri Cempo, Solo.  Dari sekitar 200 sapi, sekarang menjadi 4000 sapi milik warga yang ada disana. Sapi-sapi ini tidak akan mau diberi makan rumput, bahkan rumput segar sekalipun. Mereka hanya ingin makan sampah. Permasalahan gizi yang dulu pernah diteliti oleh mahasiswa undip bahwa sapi TPA Jatibarang mengandung 9 logam berat yang berbahaya tampaknya tidak menyurutkan masyarakkat untuk mengembangbiakkan sapi disana. Sapi-sapi ini semakin lama juga semakin mengganggu proses penurunan dan pengangkutan sampah karena sangat memenuhi area TPA.

Yang kedua adalah kehidupan warga disana. Mayoritas warga di sekitar TPA berprofesi sebagai pemulung, PEMULUNG EMAS. Kenapa bisa?? Yaph, ternyata pemulung di TPA Jati Barang dapat menghasilkan uang sekitar 100 ribu per harinya! Percaya gag loee?? Kenapa bisa? Pemulung di TPA Jatibarang dapat mengubah sampah menjadi emas, maksudnya, tulang, pecahann kaca, botol bekas, dan sampah-sampah sulit urai lainnya dapat diolah dan dijual ke tengkulak dengan harga yang tinggi. Sebagai contoh yang paling mudah, ternyata tulang pun bisa dijual! Tulang yang digiling, dijadikan serbuk digunakan sebagai campuran dedak –sejenis makanan burung- untuk menguatkan lapisan cangkang kulit telur yang dihasilkan olehn unggas. Selain itu, setiap pemulung/warga biasanya memiliki sekitar 40 sapi. Makanya, gag usa kaget deh kalo kapan2 ngeliat rumah pemulung, dari luar kelihatan bobrok tapi dalemnya... huuuhhh, kulkas, TV 21 inch, motor, sapi 40 ekor tiap orangnya, dsb. Ya bener kata pak aris: “Kalo TPA Jatibarang dipindah, warga pasti demo, yap! Karena mata pencaharian mereka berasal dari sampah2 ini.”

Pengolahan air lindinya menggunakan 10 kolam yang di setiap kolamnya terdapat satu kincir air yang berfungsi sebagai filter sekaligus aerator sehingga di kolam terakhir dihasilkan air yang siap untuk dibuang ke sungai tanpa mencemarinya. Di kolam terakhir juga diberikan semacam tanaman organik dan kadang diberikann larutan kimia yang mampu meningkatkan kualitas air dan menurunkan tingkat polusi air limbah tersebut.

Ohohoho... mungkin sekian dulu dah tulisan bima kali ini, cape ternyata nulisnya! Buat gambar dan tambahan artikel akan aku posting dikemudian hari, okkeeh!
Now it’s time for sleep, dreaming me okey!
Hehe
I think that’s all from me, if there are some mistakes, forgive me....
Wassalamualaikum Wr Wb
Ingin tau bagaimana kita harus menyikapi permasalahan banjir yang kerap menghantui kota semarang???
this's the solution...
TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO PROUDLY PRESENT!!!!
SEMINAR KOTA

Acara ini bakalan serrruu abbizz dah, so buat sahabat2 yang ingin mendapatkan informasi terup to date tentang permasalahan banjir dan penanganannya khususnya di kota semarang, WAJIB DATENG ke acara ini!
Thanks of your support guys...
Pengorbanan yang kecil bisa memberikan manfaat yang luar biasa terhadap lingkungan!

Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home